Pemerintah memperkirakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) buruh tahun depan sebesar 1,09 persen. Hal ini mengikuti aturan PP 36 tahun 2021 turunan Undang-undang Ciptakerja yang menyebut, pengupahan dihitung dari kenaikan ekonomi dan inflasi nasional. Meski demikian Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri mengatakan, kenaikan itu disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing provinsi.
Padahal sebelumnya, kelompok buruh menuntut kenaikan upah hingga 10 persen. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mendesak pemerintah menaikkan upah minimum di 2022 sebesar 7 hingga 10 persen berdasar survei kebutuhan hidup layak di 24 provinsi ini menggunakan 60 komponen hidup layak. Sementara itu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPI yang menuntut kenaikan dengan besaran sama, menyebut aksi buruh akan terus dilakukan di akhir 2021 apabila permohonan KSPI tidak dituruti.
Kini, sejumlah gubernur masih menyusun penghitungan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022. Nantinya, para gubernur harus sudah menetapkan besaran UMP 2022 paling lambat 21 November. Sedangkan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 paling lama 30 November.
Lantas, apakah pertumbuhan ekonomi kita tidak memungkinkan kenaikan ump lebih dari 1 persen? Apakah kenaikan 1 persen ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat gak? Kita cari tahu lebih lanjut soal hal ini bersama dengan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. Simak juga pernyataan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi soal hal ini.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id