Tak hanya pola komunikasi dan pembuatan konten yang berubah, lantaran teknologi makin berkembang. Cara-cara berpolitik, sampai kampanye juga ikut berubah.
Misalnya, calon presiden dan wakil presiden sekarang, tidak hanya berkampanye atau blusukan ke daerah-daerah. Tapi juga melakukan live di media sosial, seperti TikTok.
Nah di tengah kontestasi politik ini, aplikasi asal Tiongkok itu sampai membuat kebijakan pelarangan akun-akun politikus dan partai politik yang melakukan live, disawer atau diberikan gift.
Tak habis di situ, TikTok juga melarang adanya konten-konten politikus yang meminta donasi pada orang-orang atau mengarahkan pemberian donasi ke situs atau web-web tertentu.
Tak sekedar mendapatkan uang, di era digital ini, Bawaslu RI sampai memperingatkan potensi e-wallet atau dompet digital jadi sasaran money politik.
Sebab tidak bisa dipungkiri, praktik politik uang masih terjadi di setiap pemilihan umum di Indonesia.
Tapi sayangnya kata Koordinator Tenaga Ahli, Bawaslu RI, Bachtiar Baetal, belum ada peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur sarana politik uang melalui dompet digital.
Lantas, sebenarnya bagaimana sih ancaman politik uang, sampai saweran di TikTok? Bagaimana menyikapinya? Soal hal ini kita bincangkan bersama dengan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id