Pasar bursa karbon Indonesia resmi diluncurkan Presiden Joko Widodo Selasa pekan ini.
Perdagangan karbon adalah jual beli sertifikat pengurangan karbon dioksida atau emisi gas rumah kaca.
Sebenarnya, ada tiga cara dan skema menurunkan target emisi karbon sesuai United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCC). Dan, Perdagangan Emisi atau emission trading, yang kita bahas kali ini adalah salah satunya.
Dengan dibukanya bursa karbon, perusahaan yang mampu menekan emisi dapat menjual kredit karbon ke perusahaan yang melampaui batas emisi. Bursa karbon akan mengatur pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon.
Dalam pidatonya, Jokowi optimistis Indonesia mampu menjadi poros karbon dunia. Sebab, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang 60-an persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam. Nilainya mencapai ribuan triliun rupiah.
Jokowi mengeklaim, bursa karbon adalah salah satu langkah konkret pemerintah mengatasi perubahan iklim sekaligus peluang ekonomi hijau.
Lantas mengapa perusahaan-perusahaan ini mengejar status green? Bisakah kredit karbon dan status hijau yang dimiliki perusahaan ini dipandang sebagai aksi nyata perlindungan lingkungan hidup? Dan, mengapa skema perdagangan ini justru mendapat kritik dari beberapa organisasi lingkungan hidup?
Kita bakal membahasnya bareng News Editor Sindu Dharmawan.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id