Andai bisa terdengar, kemelut kesedihan di hati akan sama kerasnya dengan sirine peringatan bencana. Bumi sedang tidak baik-baik saja. Bencana melanda di mana-mana, tak terkecuali di Ponorogo tercinta. Longsor dan banjir menimpa rumah saudara-saudara kita. Berbondong-bondong masyarakat menyatakan bela sungkawa dan memberi bantuan seadanya. Dari bencana kita belajar gotong-royong. Namun bencana juga menyisakan isak tangis dan hal-hal traumatis. Bencana bukanlah kehendak Tuhan semata. Kitalah yang menghendaki datangnya bencana. Ulah kitalah yang menjadi penyebabnya. Menebangi pohon di hutan, membuang sampah sembarangan, menambang di daerah rawan longsor, lalu apa lagi? Kalau kita melakukan hal itu, bagaimana alam tidak akan rusak dan mendatangkan bencana?
Kita dan alam adalah sebuah hubungan timbal-balik. Alam kita jaga, alam juga akan menjaga kita. Alam kita rusak, maka bersiaplah kita akan dirusak alam.