Perasaan sedih merupakan bagian dari fitrah manusia, termasuk Nabi dan Rasul pernah mengalami sedih, namun kesedihan Nabi dan Rasul tidak melampaui batas dan melemahkan iman, terlalu larut dalam kesedihan sampai-sampai berubah sikap dan karakter secara signifikan biasanya adalah mereka yang gersang jiwanya, lemah agamanya dan minim pengetahuanya tapi besar harapan dan angan-anganya sehingga tatkala apa yang sangat dicintainya hilang ia seperti tak punya pegangan.
Allah SWT Berfirmah dalam Surat Ali ‘Imran ayat 139 :
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah kamu bersedih hati padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman”
Imam Nawawi Albantani juga dalam Kitab Nashoihul Ibad beliau berkata :
“Sedih karena urusan dunia hati akan menjadi gelap dan sedih karena akhirat maka hati akan menjadi terang”
Kesedihan akan keterpurukan sandang, pangan, papan, dan
pasangan bila tak disikapi dengan ikhtiar, syukur, sabar, qonaah, dan tawakal hanya akan membuat hati semakin gundah.
Hingga pandemi ini di pahami sebagai media ujuan sekaligus
peringatan bagi setiap hamba, ia sibuk memikirkan bagaimana peningkatan ibadah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Yakinlah bahwa Allah SWT selalu ada untuk kita dan bersama kita dalam suka maupun duka.