Listen

Description

[JT-Eps.1] - Daras Kitab "Tuhfatul Murid ala Jauharotut Tauhid"

Dilaksanakan pada 24 April 2020 secara Online.

Diselenggarakan oleh ITJ Surabaya, ITJ Malang dan Jam'iyyah Aswaja Pandaan.

Pembicara : Ustadz Kholili Hasib M.Ag

Resume pekan pertama, halaman 40-41

(Ust. M. Saad, Moderator)

Wajib Aqli dan Pembagiannya

Definisi dari wajib aqli (akal) ialah “Ma laa yutashawwaru fil aqli adamuhu (Sesuatu yang tidak tergambar dalam akal ketiadaan (sesuatu tersebut)”. Artinya, Akal manusia itu secara fitrah wajib meneria kewujudan sesuatu tersebut. Sebagai contoh, setiap anak yang dilahirkan itu melalui perantara ibu, maka akal tidak bisa menerima jika “ibu” itu ditiadakan dalam proses kelahiran anak. “Ibu” disini menjadi wajib aqli atau wajib secara akal keberadaannya.

Berkaitan dengan wujud Allah, secara hukum wajib aqli, Allah sebagai pencipta alam semesta alam, itu waji adanya bagi aqal kita. sebab, seluruh alam yang ada adalah ciptaan, mustahil alam dengan desain yang begitu sempurna dan harmonis ini ada tanpa ciptaan. Sedangkan Gadget sebagai teknologi canggih namun belum bisa mengalhkan kecanggihan alam saja, akal kita menolak jika gadget tidak ada yang mencipta. Oleh karena itu, Alam beserta isinya bagi aqal kita mewajibkan adanya pencipta, yaitu Tuhan. Nah inilah wajib aqal yang kemudian oleh naql atau nash baik al-qur’an maupun hadits diberikan informasi bahwa Tuhan pencipta alam tersebut adalah Allah SWT.

Wajib aqli ini berlaku pada 20 sifat Allah, artinya sifat 20 Allah secara aqal wajib ada, jika sifat 20 itu ditiadakan maka akal kita tidak menerima atau disebut dengan mustahil. Maka pemahaman tentang sifat mustahi Allah ialah “Ma laa Yutashawara fil Aqli wujuduhu (Sesuatu yang tidak tergambar dalam aqal kewujudannya). Contoh, mustahil Allah itu Fana’ atau rusak, sebab jika Allah fana’ berarti Allah bukan Tuhan, sebab yang mengalami fana’ tidak abadi itu hanya makhluk (kullu Syai’in halikun illa wajhah/  Segala sesuatu yang ada ini akan rusak, kecuali Allah). Jika Allah wajib memiliki sifat “Baqa”, maka Allah mustahil memiliki sifat “fana” dalam pandangan aqal kita.

Wajib aqal itu ada dua, yaitu wajib Dharuri dan wajib Nadhzari. Wajib Dharuri itu wajib bagi akal tanpa harus menalar, akal akan menerima keberadaan itu cukup dengan panca indra atau kepsatian aksioma. Contoh; 1+1=2, ibu adalah orang yang melahirkan kita. Sedangkan wajib Nadhzari itu wajib yang memerlukan penalaran lebih panjang. Dimana dibutuhkan kongklusi dari premis-premis. Contoh wajib nadhzari adalah penalaran tentang wujud Allah yang  dibahas di atas.

Sementara ini pembahasan wajib yang sekalian disertakan pembahasan mustahil, untuk pembahasan jaiz setelah njenengan faham. :)