UCAPKAN INSYA ALLAH
Yakobus 4:15 (TB) Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."
Konteks kalimat "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu" adalah adanya orang yg begitu PD (percaya diri) mau mengerjakan sesuatu yg mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Padahal ia tidak tahu apa yg akan terjadi di masa yang akan datang. Maka Yakobus menulis suratnya untuk "mengoreksi" dengan menyarankan: "Sebenarnya kamu harus berkata: Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu".
PD (Percaya Diri) yg tidak melibatkan Tuhan adalah sebuah kesombongan. Yakobus 4:16 (TB) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.
Itulah sebabnya perikop ini oleh LAI diberi judul "Jangan Melupakan Tuhan Dalam Perencanaan". Hal senada dengan NKJV mencantumkan judul perikop ini dengan kalimat "Do Not Boast About Tomorrow" (Jangan Sesumbar Tentang Hari Esok).
Saya suka dengan versi Terjemahan Lama yg berbunyi: Yakobus 4:15 (TL) Melainkan patutlah kamu berkata, "Insya Allah, kita akan hidup membuat ini atau itu."
Baru-baru ini kata "Insya Allah" diucapkan oleh Joe Biden seorang capres dalam Debat Perdana Calon Presiden Amerika yg berlangsung di Cleveland, Ohio. Kata yang diucapkan-nya ini menuai berbagai komentar dari berbagai kalangan. Secara harfiah, istilah 'insyaallah' terdiri atas tiga kata Arab (in sha Allah) yang diterjemahkan menjadi 'jika Tuhan menghendakinya'. Secara spiritual, ini melambangkan ketundukan pada kehendak Tuhan. Kata ini senada dengan pepatah Yiddish, "Manusia berencana, dan Tuhan tertawa".
Menurut Wikipedia: kata In Sya’ Allah (إن شاء الله In šyāʾ Allāh) adalah ucapan seseorang dalam bahasa Arab memiliki arti “Jika Allah mengizinkan” atau “Kehendak Allah”. Istilah ini digunakan untuk menyertai pernyataan akan berbuat sesuatu pada masa yang akan datang. Pada negara-negara yang menggunakan Bahasa Arab, istilah ini digunakan oleh semua umat yang beragama, yang berarti istilah ini tidak menunjukkan sifat suatu agama tertentu, namun hanya memiliki arti “Jika Allah mengizinkan”.
Ungkapan in sya’a Allah mengandung nilai keimanan yang sangat besar yaitu sebuah pengakuan bahwa pengetahuan dan kemampuan kita sangat terbatas. Kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Tahun depan, bulan depan, pekan depan, besok, nanti sore, atau bahkan sedetik setelah ini, adalah hal yang ghaib bagi kita. Sedangkan Allah itu Maha Tahu. Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu; baik yang sudah, sedang, akan, bahkan yang tidak akan pernah terjadi; kalau terjadi bagaimana kejadiannya.
Jadi betapa pentingnya melibatkan Tuhan dalam perencanaan dan dalam berbuat sesuatu karena jika apa yang akan kita lakukan itu sesuai dengan kehendak Allah pasti akan mendatangkan damai sejahtera dan berkat bagi banyak orang. (CS)