Listen

Description

Fahmy Farid Purnama adalah dosen di Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin IAID Ciamis. Beliau tuturkan pengalamannya menempuh S1 di Al-Azhar, mulai dari dikejar polisi Kairo, bertemu jenis manusia Fir’aun dan Musa, memanggul beras di KBRI. Metode survivalnya pada 2011 ketika Revolusi Mesir pecah menggulingkan Presiden Mubarok dll.⁣

Berkat media, Istilah “New Normal” kini tidak “New” lagi. Adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19 ketika persentase kasus terus melonjak. Fahmy meredefinisi New Normal dengan filosofis dan bijak sampai ke akarnya. Tidak direduksi jadi sekedar maskeran, cuci tangan, dan protokol kesehatan.⁣

Tumbuh di lingkungan Ponpes Cijantung dengan tradisi NU kental tak bikin nalar kritisnya mati. Fahmy yang pernah mondok di Lirboyo Kediri ini jelaskan peran Ulama di tengah pandemi, idealnya tidak bicara pada bidang bukan keahliannya. Sains punya wilayah khas dan tidak bisa dimasuki Agama, begitupun sebaliknya.⁣

Pada 2018 Fahmy terbitkan buku “Ontosofi Ibn Arabi”. Mengutip IndoProgress, “Buku ini hadir dari ketidakmungkinan batasan garis tepi akhir sekaligus awal dari suatu ranah dan mustahilnya ontologi bicara wujud”. Meski dahi ini mengerinyit tidak mengerti, tapi Fahmy jelaskan dengan tuntas disini.⁣

Ayah dari 1 anak itu ceritakan awal ketertarikan pada Filsafat lewat Nietzche dengan Also Sprach Zarathustra-nya, Gott Ist Tott, Ubermensch, dan berhala-berhala kecil di kepala kita. Fahmy sedikit bahas One Piece dan relevansinya dengan fenomena kini. ⁣

Fahmy peroleh gelar Magister Filsafat Islam dari UIN Jogja ini ajak kita bertanya. Kenapa ada orang beriman dalam keraguan dan belenggu logika? Bagaimana momen eksistensial otentik itu beralih pada relijiusitas yang difungsikan sebatas kuasa, ego, dan politik? Tabir dibuka melalui tradisi tasawuf falsaf, khususnya sufisme Ibn Arabi yang reflektif-teoretis.⁣