49. ANTARA KEJUJURAN & KEBOHONGAN
Bab 2 | Hadits 22
Pembahasan: Taubat
Hadits Ka'ab bin Malik
(Beda penerbit & cetakan, bisa menyebabkan beda penomoran hadits)
Dari Abdullah bin Ka’ab bin Malik -dia adalah penuntun Ka’ab dari anak-anaknya saat Ka’ab menjadi buta- berkata: “Saya mendengar Ka’ab bin Malik bercerita tentang kisahnya saat tidak ikut dalam perang Tabuk.
...
Ka’ab berkata, ‘Dari saking banyaknya, sampai-sampai tak ada seorang pun yang ingin absen saat itu kecuali dia menyangka tidak akan diketahui selagi wahyu tidak turun dalam hal ini.
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam melangsungkan perang Tabuk itu di saat buah-buahan dan pohon-pohon yang rindang tumbuh dengan suburnya. Ketika Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dan kaum muslimin telah bersiap-siap, hampir saja saya berangkat dan bersiap-siap dengan mereka. Tapi ternyata saya pulang dan tidak mempersiapkan apa-apa. Saya berkata dalam hati, ‘Saya bisa bersiap-siap nanti.’ Begitulah, diulur-ulur, sampai akhirnya semua orang sudah benar-benar siap. Di pagi hari, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam telah berkumpul bersama kaum muslimin untuk berangkat. Tetapi saya tetap belum mempersiapkan apa-apa. Saya berkata, ‘Saya akan bersiap-siap sehari atau dua hari lagi, kemudian saya akan menyusul mereka setelah mereka berangkat.’ Saya ingin bersiap-siap, tapi ternyata saya pulang dan tidak mempersiapkan apa-apa. Begitulah setiap hari, sampai akhirnya pasukan kaum muslimin benar-benar sudah jauh dan perang dimulai. Saat itu saya ingin berangkat untuk menyusul mereka, tapi sayang, saya tidak melakukannya. Saya tidak ditakdirkan untuk berangkat.
Setelah Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dan kaum muslimin keluar dari kota Madinah, aku keluar dan berputar-putar melihat orang-orang yang ada. Dan yang menyedihkan, yaitu bahwa saya tidak melihat kecuali yang dicurigai sebagai munafik atau orang lemah yang memang mendapat keringanan dari Allah Ta`ala. Sementara itu, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam tidak menyebut-nyebut saya sampai beliau tiba di Tabuk. Di sana, beliau duduk-duduk bersama para sahabat dan bertanya, ‘Apa yang diperbuat Ka’ab?’ Ada seseorang dari Bani Salamah yang menyahut, ‘Ya Rasulullah, dia itu tertahan oleh pakaiannya dan bangga dengan diri dan penampilannya sendiri.’ Mendengar itu Muadz bin Jabal berkata, ‘Alangkah jeleknya apa yang kamu katakan. Demi Allah ya Rasulullah, kami tidak mengetahui dari Ka’ab itu kecuali kebaikan.’ Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam diam.’
Saat itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian putih di kejauhan, dan sulit diketahui siapakah dia, karena terhalang oleh fatamorgana. Rasulullah bersabda, "Semoga dia adalah Abu khoitsamah.'
Ternyata apa yang dikatakan oleh Rasulullah benar. Laki-laki yang datang adalah Abu Khoitsamah Al-Anshari. Dia-lah yang bershadaqah dengan satu sha' korma lantas diejek oleh orang-orang munafik.
Ka’ab melanjutkan ceritanya, ‘Ketika saya mendengar bahwa beliau bersama pasukan kaum muslimin menuju kota Madinah kembali, saya mulai dihinggapi perasaan gundah. Saya pun mulai berfikir untuk berdusta, saya berkata, ‘Bagaimana saya bisa bersiasat dari kemarahan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam besok?’
Untuk itu, saya minta bantuan saran dari keluarga saya. Setelah ada informasi bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam sudah mulai masuk kota Madinah, hilanglah semua kebatilan yang sebelumnya ingin saya utarakan.
Saya tahu, bahwa tidak mungkin saya bisa bersiasat dari kemarahan beliau dengan berdusta. Ketika Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam telah tiba, dan biasanya bila beliau tiba dari suatu perjalanan, pertama kali beliau masuk ke masjid, lalu shalat dua rakaat, kemudian duduk-duduk menemui orang-orang yang datang.
....