Listen

Description

Buku berjudul Sejarah Kuliner Taiwan yang telah saya beli 2 tahun lalu ini isinya sangat lengkap sekali, dari sejarah, bahan hingga cara masak secara garis besar. Dan memang penulisnya memang buku akhli masak, dan bermula dari pekerjaannya sebagai seorang wartawan budaya dan mewawancarai para penjual kuliner jalanan di kota Keelung, sehingga menjadi asetnya untuk mengembangkannya di hari pensiunnya.

Di edisi Jurnal pekan lalu telah menyinggung sebuah kudapan asli Taiwan bernama bawan, semacam cilok berisi adonan daging yang diwarnai merahnya angkak, dimakan dalam keadaan panas, ketika memakannya, penjual akan menggunting bagian tengah, bagian perut bawan cilok Taiwan ini, agar isinya terlihat, dan disiram dengan saus merah racikan penjualnnya, biasanya saus ini terbuat dari miso Jepang, dimasak bersama air tepung kanji dengan aroma bawang putih dan cabe yang tidak pedas. Mirip dengan saus risoles atau saus lumpia yang menggunakan tauco.

Nah bagaimana dengan kudapan lainnya.

Selain Bawan, ada satu kudapan lain yaitu sup kental mi kacang putih “Dòu Qiān Geng”. Dou Qian adalah mi yang terbuat dari kacang putih, kudapan yang terkenal di Anxi Quanzhou. Menurut Tsao Ming-chung, di Anxi tempat asal sup kental mi kacang putih ini sering dimasak bersama sayur oyong, lalu setelah dibawa ke Keelung yang berdekatan dengan laut, sup ini menjadi meriah karena ditambahi dengan produk lokal seperti tiram, udang dan ikan sotong serta aneka hasil laut.

Ada lagi kudapan populer lainnya yaitu roti lapis bernutrisi. Adonan roti yang terbuat dari tepung terigu gluten tinggi, setelah digoreng, dibelah untuk mengapit isi daging ham, telur kecap, irisan tomat dan bahan-bahan lainnya, bagian teratas disiram dengan saus mayones. Kudapan berbau klasik ini diciptakan oleh seorang penjual senior, ia mencari inspirasi dari majalah Jepang, dan dikombinasikan dengan salad boat kudapan Amerika, menyontek roti goreng ala Jepang, dan dilengkapi dengan saus mayones versi Taiwan (saus mayones original hanya terbuat dari kuning telur, tetapi mayones yang versi Taiwan menggunakan putih dan kuning telur, ditambahi dengan gula yang banyak sehingga rasa asam berkurang), menjadi kudapan yang mengartikan Taiwan membuka tangan terhadap budaya asing dan dibaurkan menjadi satu dalam budaya Taiwan.

Salah satu penyebab Tsao Ming-chung terlena dalam pekerjaan menggali sejarah budaya kuliner adalah betapa menariknya aneka cita rasa yang terkandung. Dalam kesehariannya, Tsao suka berbelanja di pasar tradisional dan memasak. Usai purnabakti dua dasawarsa sebagai wartawan budaya, ia menjadi penulis dan menekuni penelitian sejarah resep kuliner Taiwan.

Pada tahun 2021, Tsao Ming-chung bersama pakar sejarah Kaim Ang berkolaborasi menerbitkan sebuah buku berjudul “Sejarah Kuliner Taiwan”, mengupas proses pembentukan dan keistimewaan budaya kuliner Taiwan. Tsao yang sangat berpengalaman dalam kuliner bertugas memegang kendali utama, bertanggung jawab mencari inspirasi dan menuangkannya ke dalam tulisan. Kaim Ang berperan sebagai asisten kendali utama bertugas memberikan dukungan data ilmiah sejarah, dan mengandalkan kepiawaiannya dalam multi bahasa seperti Taiyi, Jepang, Belanda, Inggris dan bahasa asing lainnya, menggali jejak evolusi kuliner dari tumpukan buku-buku kuno.

Keelung adalah suatu tempat yang dilalu-lalangi banyak orang, demikian pula Taiwan negeri pulau ini, etnis yang berbeda budaya mendarat di Taiwan dalam periode waktu yang berbeda. Buku “Sejarah Kuliner Taiwan” tidak berpatokan pada kelompok etnis tertentu atau kuliner tertentu, melainkan membahas seluk beluk bahan, makanan dan ciri khas kuliner.

Menurut Tsao, gaya penulisan seperti ini bisa terhindar dari keterbatasan akibat terlalu menonjolkan etnis tertentu, sekaligus mengangkat Taiwan ke tingkat standar dunia, ini juga sama dengan konsep “Sejarah Pulau Taiwan” yang dicanangkan sejarawan Tsao Yung-ho.

台灣人的胃納 Kemampuan Menyerap Orang Taiwan

Pada bagian pembuka buku dituliskan “Keunikan geologi, topografi dan letak geografis Taiwan, membuat Taiwan menjadi pulau yang mengandung banyak varian mahluk hidup dan budaya sehingga kaya akan sumber daya kuliner di laut maupun darat. Namun, aset kuliner dan budaya yang berlimpah ini kurang diabadikan dalam catatan sejarah mengingat budaya kuliner tidak mendapatkan tempat penting dalam tradisi kebudayaan Tionghoa, apalagi telah mengalami banyak kali pergantian penguasa dan perbedaan etnis mengakibatkan muncul banyak keraguan sumber.

Kaim Ang dengan nada pasrah mengatakan “Banyak orang Taiwan tidak mengenali sejarah Taiwan”. Serangkaian pertanyaan seperti: Mengapa Taiwan menjadi surga kuliner? Mengapa populasi vegetarian di Taiwan begitu banyak? Mengapa orang Taiwan tidak suka pedas? Berdasarkan apa Taiwan bisa menciptakan kuliner seperti nasi daging kecap “lu rou fan” dan teh susu mutiara?

Jawaban untuk aneka pertanyaan ini adalah proses orang Taiwan dalam menyerap semua yang masuk.

Meskipun data sejarah peninggalan di masa penjajahan Jepang sangat sedikit, tetapi Kaim Ang beranggapan, Taiwan bukanlah suatu tempat yang tertutup, kalau dikaji dari sudut struktur sejarah, hubungan interaksi antara lingkaran budaya Zhangzhou-Quanzhou-Chaozhou dan lingkaran budaya Austronesian tidak pernah berhenti.

Melalui perbandingan dengan data-data sejarah, dokumen dan fenomena budaya negara lain, dan mengandalkan cara penelitian etimologi, penulis telah menemukan banyak fenomena dan memperoleh penjelasan yang masuk akal.